arrisalah13.blogspot.com - KENDAL  - Syiah dan Ahlussunah bersaudara, karena Syiah toleran terhadap Ahlussunah. Syiah dan Sunni jangan mau dipecah belah. Itulah kalimat-kalimat dari kalangan Syiah yang dihembuskan agar eksistensi Syiah diakui di negara-negara muslim. Padahal penderitaan Ahlussunah di Iran sendiri sangat memperihatinkan.

“Masjid Ahlussunah dihancurkan, para ulamanya ditangkap. Itu fakta,” kata Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi dalam bedah buku Zionis dan Syiah Bersatu Hantam Islam di Ponpes Muhammadiyah Darul Arqom Kendal, beberapa waktu lalu.
Selama ini pemerintah Iran membatasi kegiatan beribadah kelompok Ahlussunah. Mereka mengawasi pergerakan ulama dan tokoh agar tidak menyebarkan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Syekh Ahmed Mufti Zadeh dan Syekh Ali Dahwary adalah dua tokoh dan ulama Ahlussunah yang harus merasakan penderitaan yang dilakukan Syiah Iran. Mereka dipenjara selama bertahun-tahun hingga harus meregang nyawa karena dibunuh oleh rezim Ayatollah Khomeini.
Tragedi yang menimpa Syekh Zadeh laksana pepatah air susu dibalas air tuba. Jasa tokoh sunni Kurdi dalam menumbangkan Syah Pahlevi itu dibayar dengan pengkhianatan oleh Ayatollah Khomeini. Dalam wawancaranya dengan Nida’ul Magazine pada tahun 1998, Ketua Asosiasi Ahlussunah Iran Syeikh Abdur Rahmaan al-Baluchy mengaku menjadi saksi kekecewaan Syekh Zadeh kepada Khomeini.
“Khomeini, kau berjanji padaku akan berdirinya sebuah republik Islam, namun ternyata kau malah mendirikan Republik Safawi-Syiah. Meskipun dalam kepercayaanku, aku tidak diizinkan mengangkat senjata kepadamu, tapi aku akan memerangimu secara politik,” kata Pizaro menirukan ancaman Syekh Zadeh kepada pemimpin Syiah itu.
Akibat penolakannya dengan sistem Republik Syiah, kata Pizaro, pendiri Maktab Qur’an ini harus mendekam dibui selama lima tahun oleh rezim Khomeini. Selama bertahun-tahun mengalami penyiksaan, pemimpin muslim kurdi itu akhirnya meninggal pada tahun 1993. “Dia hanya dilepaskan ketika pemerintah merasa bahwa ia berada di ambang kematian,” terang Pizaro.
Syekh Zadeh hanyalah satu dari sekian banyak fakta penindasan ulama Ahlussunah di Iran. Para ulama lainnya juga mengalami nasib serupa seperti DR. Ali Mozafarian, seorang pemimpin sunni dan seorang pakar bedah ternama harus menjalani penyiksaan hingga membuatnya dihukum mati pada tahun 1992.
Pizaro memaparkan Syekh Mawlawi Muhyiddeen dan Syekh Mohammed Dost Sirawani adalah dua ulama Ahlussunah yang juga dipenjara dan diasingkan rezim Syiah ke Najaf. Begitu pula dengan Syekh Ibrahim Dammini yang terus dipenjara dan mendapati penyiksaan selama lebih dari lima tahun.
Ketika Ahmadinejad menjadi Presiden, dua orang ulama besar Sunni Iran dihukum gantung oleh pemerintah Syiah. Keduanya dihukum dengan tuduhan menentang dan memusuhi gerakan Revolusi Syiah Iran. Kedua ulama tersebut adalah Mawlaya Khalilullah Zari dan Hafizh Shalahuddin Sayyidi. Mereka digantung secara terbuka di kawasan tempat tinggal mereka, bilangan Sistan, Provinsi Zahdan.
Masjid Ahlussunah Dibongkar
Lantas bagaimana dengan nasib Mesjid Ahlussunah di Iran? Faktanya, sama saja. Pizaro memaparkan Masjid pertama yang dibongkar rezim Syiah adalah Masjid Al Sunnah di Ahwaz. Masjid Sunni pertama ini disita pemerintah Iran sebelum meletus perang Irak.
“Secara sepihak, Masjid ini kemudian berubah menjadi pusat keamanan polisi Iran,” katanya.
Penyitaan Masjid Ahlussunah kemudian berlanjut pada tahun 1982. Rezim Syiah menyegel Masjid Ham Tareeth di negara bagian Khurasan. Masjid yang berjasa untuk mensyiarkan dakwah Islam itu dinilai berbahaya dan secara arogan dirubah rezim menjadi pusat Garda Revolusi. Tidak berhenti disitu, Masjid Lakour sekaligus Sekolah dekat kota Jabahar juga rata oleh kekejian Syiah pada tahun 1987.
“Pemerintah menghancurkan kedua bangunan ini dengan dalih telah menjadi pusat Wahabi,” terangnya.
Kezhaliman pemerintah Iran tidak hanya berlaku kepada masjid, bahkan pendiri masjid juga turut menjadi korban pembunuhan. Hal ini menimpa Dr. Muzaffar Ban selaku pendiri Masjid Ahlussunah di Shiraz.
“Setelah melakukan pembongkaran, rezim Syiah dengan sewenang-wenang merubah fungsi masjid untuk menjadi pusat penjualan video dan audio tentara Garda Revolusi,” katanya.
Saat sesi tanya jawab, seorang bapak bernama Muis mengaku sangat terharu menyaksikan penderitaan Ahlussunah di Iran. Data-data yang langsung berasal dari sumber Ahlussunah dan bukan Syiah ini harusnya banyak diekspose agar umat Islam tahu bahaya Syiah ketika berkuasa.
“Saya dan putri saya sudah habis membaca buku ini. Bahkan putri saya menangis setelah tahu penderitaan muslim di Iran, ” tandasnya.