Mana
yang harus diikuti dalam meluruskan barisan (shaf)? Apakah disyariatkan
bagi orang yang shalat untuk merapatkan mata kakinya dengan mata kaki
orang yang di sampingnya?
Jawaban:
Yang
harus diikuti dalam meluruskan shaf adalah merapatkan mata kaki dengan
mata kaki orang yang di samping, bukan kepala jari-jari kaki. Demikian
itu karena badan ini disanggga oleh mata kaki, sedangkan jari kaki satu
dengan yang lain berbeda-beda, ada kaki yang panjang dan ada kaki yang
pendek, sehingga tidak mungkin untuk mengukur kelurusan shaf secara
tepat kecuali dengan mata kaki.
Sedangkan
merapatkan mata kaki satu dengan mata kaki lain dalam shalat, tidak
diragukan lagi, diriwayatkan dalam hadits dari para sahabat Radhiyallahu
Anhum bahwa mereka meluruskan barisan dengan merapatkan mata kaki satu
dengan mata kaki yang lain. {Hal ini diisyaratkan kepada perkataan Anas
bin Malik; salah seorang di antara kami ada yang merapatkan mata kakinya
dengan mata kaki orang lain dan telapak kaki dengan telapak kaki yang
lain. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhori dalam Al-Adzan, bab 76, "Ilzaqu
Al-Mankib", hadits 725). Atau setiap orang dari mereka merapatkan mata
kakinya dengan mata kaki orang yang ada di sampingnya untuk memastikan
kelurusan shaf. Sebenarnya tindakan itu bukan maksud itu sendiri yang
yang dilakukan untuk maksud lain, seperti yang dikatakan oleh ahlul
ilmi. Maka dari itu, jika shaf telah dibentuk dan manusia berdiri, maka
setiap orang harus merapatkan mata kakinya dengan mata kaki teman di
sampingnya agar kelurusan shaf benar-benar terpenuhi. Namun ini bukan
berarti bahwa kita harus selalu merapatkan mata kaki di seua aktivitas
shalat.
Sebagian
manusia ada yang berlebih-lebihan dalam melakukan hal ini, lalu
merapatkan mata kakinya dengan mata kaki orang di sampingnya, membuka
kakinya lebar-lebar, sehingga terbuka celah yang lebar antara betisnya
dengan betis orang di sampingnya. Hal itu bertentangan dengan sunnah,
karena tujuannya adalah agar betis dan mata kaki rapat dan lurus.
Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 331.
sumber : alislamu.com
0 komentar:
Posting Komentar