Rabu, 23 Oktober 2013

Dr Iyad Qunaibi Tanggapi Pengkritik Ikhwanul Muslimin Mesir


By on 23.48


Dr Iyad Qunaibi Tanggapi Pengkritik Ikhwanul Muslimin MesirUlama asal Yordan, Dr. Iyad Qunaibi.

arrisalah13.blogspot.com -  – Seorang Jihadis Yordania melaporkan kepada Dr. Iyad Qunaibi bahwa banyak selebaran yang ditujukan kepada orang-orang liberal dan kiri untuk berpartisipasi dalam demonstrasi terhadap militer Mesir. Pada saat yang sama, Ikhwanul Muslimin mendapatkan kritikan dan serangan yang luar biasa atas langkah-langkah mereka pasca kudeta militer. Inti serangan itu bermuara pada ketidakmurnian bendera yang diangkat oleh Ikhwan. Nah, apakah langkah Ikhwan kontradiktif dan serangan terhadap mereka kontraproduktif? Pemerhati dunia jihad kelahiran Yordania ini mencoba memberikan jawabannya.

Namun, perlu kami sebutkan bahwa di akhir tulisannya, Dr. Iyad memberikan catatan bahwa tulisannya ini bukanlah bantahan atas pernyataan seseorang atau kelompok tertentu. Beliau berharap tulisannya tidak dipahami oleh orang lain, sebagai bantahan terhadapnya. Imam dan Khatib Masjid Mus’ab bin Umair Oman yang hafal Al-Qur’an dari riwayat Hafs ini hanya ingin menjelaskan manhaj (dalam hal ini wala’ bal bara’) secara umum.
Berikut ini inti tulisan beliau:
Pertama : Ada beberapa pertimbangan untuk berpartisipasi dalam aksi apa pun, di antaranya ialah tuntutan dan benderanya. Meskipun tuntutan atau yang diperjuangkan ialah mengakhiri pemerintahan yang rusak, menumbangkan undang-undang yang diabadikannya, melenyapkan kezalimannya terhadap manusia (pemenjaraan, misalnya). Ini semua adalah tuntutan yang sesuai syariat Islam. Orang yang saleh, jahat, muslim, kafir, pengikut partai-partai “Islam” maupun sekuler tentunya mendukung tuntutan seperti itu.
Kedua : Partisipasi kelompok atau partai yang menganut azas yang bertentangan dengan Islam, seperti aliran kiri dan liberal, tidak dapat diterima dalam hal apapun. Bahkan seandainya tuntutannya perkara yang tidak bertentangan dengan Islam. Jika anggota kelompok tersebut terlibat dalam kapasitas masing-masing sebagai individu, maka ini tidak ada masalah. Tetapi jika mereka mengangkat bendera atau semboyan yang menampakkan kekirian dan liberalisme mereka, maka mereka tidak boleh berpartisipasi. Mereka harus disingkirkan dan dijauhi.
Sebab, meskipun tuntutannya Islami, dalam perjalanannya nanti umat Islam bisa terkontaminasi oleh sifat mereka yang bertentangan dengan Islam. Dalam hal ini, partisipasi mereka justru memperkuat posisi kebatilan. Slogan dan bendera yang mereka kibarkan di dalamnya akan membesarkan kuota mereka di dalam sistem baru, pada reruntuhan sistem yang akan ditumbangkan. Seorang muslim tidak mungkin mengganti kebatilan dengan kebatilan lain.
Ketiga : Sehubungan dengan serangan terhadap Ikhwanul Muslimin, saya menyarankan saudara-saudara saya (yang mengkritik) untuk menimbang rasa dengan Ikhwan, serta memperhatikan duka dan lara yang mereka alami saat ini. Siapa pun yang mengikuti pendapat-pendapat saya, ia pasti tahu bahwa saya tidak membenarkan langkah-langkah mereka yang keliru. Saya juga tidak menyalahkan pihak di luar mereka (yang mengkritik).
Saat pemimpin mereka (Muhammad Mursi; Red) berkuasa, saya telah memberikan kritikan yang semestinya. Adapun sekarang, tidak sepantasnya upaya menjelaskan pemurnian manhaj, kelunakan sikap terhadap musuh bersama, kerja sama dengan musuh menghantam Islam dan penganutnya, membuat kita lupa dan terjerumus ke dalam dosa dan menzalimi Ikhwan. Kita memang harus menyatakan perlepasan diri dari kesalahan-kesalahan mereka kepada umat Islam, tetapi tanpa membuat luka hati (Ikhwan) pada saat ditimpa musibah sekarang ini.
Perlu dicatat bahwa aksi, demonstrasi, dan gerakan turun ke jalan semata—seperti telah saya jelaskan di tulisan berjudul, Wahai umat Mesir, mari kita balut luka ini bersama—tidak akan mengantarkan kepada tuntutan. Bila itu tidak diiringi dengan jalan yang benar dan ajakan kepada umat Islam, dan mengangkat para pemimpin yang mendapatkan kepercayaan diri umat. Karena, jatuhnya militer saja tidak bisa menjadi satu-satunya variabel yang cukup untuk mengangkat para aktivis yang berhajat besar memperjuangkan Islam.
Sebagai penutup, saya ingin menyertakan kutipan dari surat Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi—semoga Allah membebaskannya dari penjara—yang saya lihat sebagai sikap yang tepat untuk menyikapi Ikhwan dalam kondisi mereka saat ini. Syaikh —semoga Allah membahagiakan umat ini dengan membebaskannya— mengatakan:
Saya ingin mengingatkan sabda Nabi saw tentang ghanimah perang Hunain. Ketika itu beliau memberikan banyak bagian kepada orang-orang Quraisy, sedangkan orang-orang Anshar tidak diberi bagian. Maka Nabi menjawab keraguan kaum Anshar, “Orang-orang Quraisy baru saja meninggalkan kejahiliahan dan musibah. Dan (dengan pemberian itu) aku ingin mengambil hati mereka.”(HR Tirmidzi).
Perhatikanlah beliau memperhitungkan musibah orang-orang Quraisy. Maksudnya ialah ketidakrelaan mereka atas Fathu Mekkah dan kemenangan kaum muslimin. Perhatikanlah akhlak yang agung ini. Dalam hal ini, orang-orang Quraisy dalam suasana duka namun berada dalam kekuasaan manusia yang paling adil. Bagaimana dengan duka umat Islam yang sedang berada di bawah tekanan musuh? Bukankah empati dan perhatian terhadap perasaan mereka lebih diutamakan?
Beliau juga mengatakan tentang Ikhwan:
Ikhwan dalam penderitaan, ujian, dan kekuasaan rezim kafir dan tentara thaghut Mesir. Mereka dibunuh, diusir, dipenjara, dan disiksa. Istri, anak-anak perempuan, dan saudara-saudara mereka dinodai. Sejatinya mereka adalah saudara kita juga.
Derita mereka adalah derita kita. Luka mereka adalah luka kita juga.
Karena itulah Allah mengajarkan kepada kita cara bersikap yang tepat. Allah menuntut kita bersikap tegas terhadap kesyirikan dan pelakunya, di firman-Nya, “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
Tetapi terhadap orang-orang beriman, Allah mengajarkan kepada kita,“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Asy-Syuara: 215-216).
Perhatikanlah perbedaan antara perlepasan diri secara penuh dari orang-orang musyrik dan perlepasan parsial dari orang-orang beriman. Pada sikap yang kedua ini perlepasan diri hanya berlaku dalam kemaksiatan mereka saja, bukan dari mereka secara keseluruhan.
Syaikh juga menjelaskan bahwa Ikhwan tidak bisa diberlakukan satu sikap:
Hendaknya dunia mengetahui bahwa kami tidak mengafirkan Ikhwanul Muslimin. Bagi kami mereka adalah umat Islam, meskipun mereka menyelisihi kai dalam banyak hal, sebagian dalam urusan manhaj dan usul. Pengikut, pendukung, dan penolong mereka memiliki ribuan tingkat pemahaman agama. Ada yang alim ada pula yang bodoh. Ada yang taat ada pula yang bermaksiat. Ada yang terpelajar dan ada yang awam. Sebagian juga ada yang diwarnai dengan beberapa hal yang membatalkan Islam, seperti berhukum dengan selain yang diturunkan Allah, atau bersekutu dalam pembuatan undang-undang positif, atau bersumpah untuk menghormati konstitusi kufur. Atau memuji hukum buatan manusia, hakim dan pengadilannya. Di antara mereka ada yang tidak membeda-bedakan itu sama sekali.
Setiap orang disikapi sesuai haknya. Dan tidak boleh melanggar batas-batas Allah dalam menyikapi mereka. Kita tidak boleh bersikap memukul rata mereka semua berdasarkan oknum yang kita lihat telah melakukan pembatal keimanan. Ini bukanlah sikap yang adil.
Kepada para jihadis, Syaikh mengatakan:
Itulah mestinya celupan (shibghah) gerakan kita. Itulah mestinya kerangka pikir, etika, dan acuan generasi, pemimpin dan guru-guru kita. Mereka (Kawan) lebih berhak mendapatkan sikap adil di antara manusia karena mereka sedang dizalimi. Mereka lebih berhak mendapatkan sikap seimbang karena mereka sedang dirongrong. Karena orang yang berani melakukan kezaliman lebih layak menjadi orang-orang yang lebih dibenci dan dijauhi. Merekalah yang tidak layak diperlakukan dengan baik. Siapa yang justru menikmati kepalsuan dan menyambut kebusukan aroma permusuhan, kezaliman, dan sistem kafir maka layak menjadi orang yang paling dijauhi.
Beliau mengatakan, “Kita tidak boleh meletakkan kelompok-kelompok Islam—Ikhwan Muslimin atau lainnya—semuanya di satu timbangan dan satu vonis. Kita tidak boleh menyamakan antara orang yang tidak bergumul dengan pembatal keislaman dan orang yang bergumul di dalamnya. Bahkan terhadap orang yang bergumul dengan pembatal keimanan karena salah penafsiran, tanpa menunjukkan permusuhan dan tidak memerangi agama, harus disikapi berbeda dengan orang yang sengaja melakukannya, menentang, dan memerangi Islam dan pemeluknya.
Marilah bertakwa kepada Allah dan mengucapkan kata-kata yang baik. Marilah bertakwa kepada Allah dalam bersikap kepada umat Islam yang sedang berduka karena ditindas oleh thaghut, orang-orang murtad dan antek-antek mereka. Kita tidak sepantasnya membiarkan mereka. Atau mengabaikan dan menzalimi. Nabi saw bersabda, “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzalimi dan tidak menyerahkan kepada musuh.” (HR Bukhari dan Muslim). [akhir kutipan].
Saya berharap Allah memberikan petunjuk kepada Ikhwan kepada apa yang dicintai-Nya dan mempekerjakan mereka dalam ketaatan kepada-Nya. Semoga Allah segera mengeluarkan mereka dari musibah dan mengumpulkan kita dan mereka dalam satu kalimat kebenaran. Semoga Allah menghancurkan musuh kita dan musuh mereka.
sumber : kiblat.net

0 komentar:

Posting Komentar