Senin, 10 Maret 2014

Hukum Mengajak Anak Istri ke Suriah


By on 20.33



ff10d66be9276d0625d1f4ab0385e8dearrisalah13.blogspot.com - SILSILAH AURAQ MIN DAFTARI SIJJIIN (lembar catatan dari penjara) vol. 7
Ramadhan 1434H/ Agustus 2013
Oleh: Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisy hafidzahullah

Soal:
Sebagian ikhwah yang berjihad ke Suriah boleh jadi merasa kerasan dan aman berada di beberapa provinsi yang dikuasai mujahidin. Kemudian sebagian mereka lantas meminta istri-istri dan anak-anaknya untuk ikut ke Suriah. Sebagian dari para istri itu berhasil sampai, tapi ada juga yang tertangkap dan diinterogasi. Kami tidak tahu apakah urusannya selesai disitu ataukah tidak. Sebagian akhwat yang berusaha untuk bergabung dengan suaminya justru mendapat musibah seperti terkena mortir. Apa nasihat Kalian atas perkara itu?

Jawaban Syaikh Al-Maqdisy :
Alhamdulillah wa shalatu was salaam ala rasulillah yang bersabda dalam hadits:
استوصوا بالنساء خيرا
”Berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan.”
Sesuai dengan wasiat ini, maka tidak sepantasnya bagi ikhwah yang bertauhid lagi berakal untuk mempersembahkan keluarganya untuk dikuasai oleh musuh-musuh Allah. Terkhusus musuh yang tidak terikat perjanjian, tak punya dien, bukan ahlu dzimmah, dan tidak punya kehormatan.
Yang demikian itu, sesungguhnya bagi sebagian orang-orang kafir, meski mereka berbeda dien denganmu, tapi dalam akhlak mereka, tetap tidak membolehkan untuk mengganggu wanita, terkhusus wanita-wanita yang dilindungi. Pendidikan, akhlak dan kehormatan mereka melarang untuk menyakiti, menyulitkan dan menghinakan wanita. Sebab, hal itu bisa menghilangkan kehormatan dan kejantanan mereka.
Namun, tipe orang kafir yang seperti ini amat sedikit di negeri kaum muslimin hari ini, yang dikuasai oleh hukum orang-orang murtad lagi membenci Islam dan umat Islam melebihi kebencian orang kafir asli.
Urusan ini telah meningkat dan terjadi berulang-ulang, sementara musuh-musuh Allah menghabiskan malam dengan menangkap dan menginterogasi para wanita. Sebagian interogator memukuli para wanita, memukul perut sebagian akhwat hingga janin dirahim mereka berguguran. Sebagian akhwat ditampar wajahnya, dikoyak cadarnya hingga tersingkap. Dalam interogasi, mereka dikelilingi oleh interogator dan anggota intelijen. Para akhwat itu ditahan dalam penjara yang semua opsirnya adalah laki-laki, yang memasang penutup mata dan memborgol tangan para akhwat. Semua petugas itu adalah rajul (laki-laki) bukan rijaal (jantan).
Perkara ini telah terjadi hari ini, kemudian dilain waktu organisasi HAM masuk ke penjara itu, maka intelijen akan dengan mudah menyesatkan organisasi itu dan membohongi mereka atas apa yang sebenarnya terjadi. Ini akan kami jelaskan dilain kesempatan, Insya Allah.
Lalu, bagaimana dengan negara yang para napinya tak pernah melihat matahari? Negara yang tak punya pengadilan, tak ada pengacara, tidak membolehkan kunjungan, dan tak ada organisasi HAM?
Semua keputusan murni berada di tangan para interogator, tanpa ada ikatan, tanpa ada hambatan sebagaimana yang sekarang terjadi direzim Suriah yang justru terang-terangan membantai wanita dan anak-anak, menculik para wanita agar bapak-bapak, saudara-saudara atau suami-suami mereka menyerahkan diri.
Dari kisah yang kami ceritakan di atas, sebagian akhwat amat menderita karena efek penculikan, sebagian dari mereka melahirkan di dalam penjara. Ini adalah kisah dari orang-orang Suriah yang bisa dipercaya.
Mereka menyebutkan bahwa pemerintah Assad mengandalkan Shabiha dan orang-orang jahat untuk menimpakan kerugian dan keburukan bagi kaum muslimin. Menggunakan orang-orang itu untuk menumpahkan darah, kehormatan dan darah kaum muslimin demi mengamankan singgasana thaghut.
Apakah pantas bagi orang yang berakal, terlebih bagi akhi muslim dan bertauhid yang cemburu dengan kehormatan keluarganya bila dinodai seperti ini?
Terkhusus, dunia tahu bahwa perang sesungguhnya bagi ikhwah mujahidin di Suriah belum dimulai. Perang sebenarnya baru dimulai pasca jatuhnya Bashar Asad. Yaitu saat para musuh dengan berbagai tujuan mereka (di antaranya adalah negara-negara jiran Suriah) mendeklarasikan perang.
Negara-negara itu, sejak dimulainya konflik Suriah, telah memata-matai mujahidin. Mereka mengumpulkan semua info tentang keadaan mujahidin dengan segala sarana yang dimiliki. Mereka menekan para pemuda yang kembali dari jihad Suriah. Mendudukkan para ikhwan itu di hadapan peta digital, lalu para petugas mencari tempat-tempat penyambutan, rumah-rumah dan foto-foto para qadah mujahidin.
Dari informasi itu, petugas pemerintah mengolahnya untuk menjadi bahan referensi yang sangat membantu operasi pesawat tanpa awak (drone) yang akan segera diluncurkan setelah jatuhnya Bashar.
Persekongkolan ini bukanlah hal asing, terkhusus orang-orang yang mengaku ingin menegakkan hukum Allah di muka bumi, juga yang terjadi pada Mursi dan partainya. Berapa kali mereka mencari ridho musuh-musuh Islam dengan menempuh jalan pemerintah, pemilu dan memuji lembaga-lembaga negara. Padahal, semua manusia melihat konspirasi dunia untuk menjatuhkan pemerintahan Mursi, terkhusus negara-negara Arab yang takut bila revolusi juga terjadi di negerinya.
Lantas, seperti apa konspirasi, perlawanan dan perang mereka kepada mujahidin di Suriah? Mujahidin yang murni mengusung Islam dan mengibarkan bendera yang paling dibenci orang-orang musyrik Arab dan Barat; bendera tauhid.
Kenyataan ini, bila dilalaikan oleh para ikhwah yang ingin mengajak anak istrinya ke Suriah, sungguh mereka telah menjadi insan yang paling lalai dengan makar musuh. Kelalaian ini tidak pantas untuk melekat pada diri seorang mujahid.
Kalaulah sang mujahid tak lalai dengan pertimbangan ini- yang menurut saya dan dugaan para ahli jihad adalah pendapat yang rajih-, bagaimana bisa mereka menjerumuskan keluarganya dalam kondisi ini? Padahal para ikhwah Suriah sendiri menjauhkan istri dan anak-anak mereka dari konflik. Para ikhwah Suriah yang berjihad, terlebih dulu menjauhkan keluarganya dari medan perang. Itu tiada lain karena para ikhwah paham betul betapa jahat dan kerasnya permusuhan  pemerintah Assad pada kaum muslim dan tak ragu menumpahkan darah dan merampas kemerdekaan anak-anak.
Berdasarkan info dan pengetahuan yang disampaikan pada kami oleh para ikhwah yang pulang dari Suriah maupun para ikhwah Suriah sendiri. Maka, tidak pantas bagi akhi untuk teledor dengan menempatkan keluarganya di medan tempur.
Keberadaan mereka di tangan orang-orang murtad sebelum sampai ke Suriah adalah sangat berbahaya. Lebih mengerikan lagi jika mereka berada di tangan orang-orang Nushairiyah dan Shabiha. Urusan ini cocok dengan bait syair yang masyhur dikalangan para ikhwah sendiri:
Kedua-duanya adalah thaghut yang bersaudara # tapi Ba’ats lebih laknat dan jahat dari saudaranya
Nasihat dari saya ini adalah untuk para ikhwah. Sebelumnya, musuh-musuh jihad dan media-media thaghut menyebarkan isu jihadul munakahah, ini adalah dusta dan permusuhan dan tak satupun para pioneer jihad dan mujahidin yang mu’tabar memfatwakan hal itu.
Jika kami mengingkari para ikhwah yang menghadirkan istri-istrinya di medan jihad yang bergolak, maka mengirimkan para wanita yang belum menikah untuk menikah di Suriah tanpa ijin keluarga si wanita (sebagaimana dihembuskan oleh musuh-musuh Allah) lebih kami ingkari lagi. Seorang yang mulia lagi berakal, apalagi seorang alim tidak mungkin berfatwa seperti itu.
Tak diragukan lagi, semua ini adalah perang global atas dienul Islam, jihad dan mujahidin. Para musuh selalu memunculkan rintangan, di antaranya adalah distorsi (pemutar balikan) melalui media untuk memalingkan dari jalan Allah. Sebagaimana metode para pendahulu mereka yang dikabarkan oleh Allah:
”Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka” (Fushilat: 26)
Kami memohon kepada Allah untuk menahan musuh kami dan menjadikan makar mereka di leher mereka, menimpakan kehancuran dalam pengaturan mereka, memberikan kemenangan pada kita untuk menguasai mereka, menyelamatkan orang-orang lemah, memberikan taufiq dan pertolongan, juga meninggikan panji-panji mujahidin.
Wa shalallahu was salamu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shahbihi ajma’in.

0 komentar:

Posting Komentar