Kamis, 03 April 2014

Peta Perlawanan Umat Islam


By on 19.47


Peta Perlawanan Umat Islam

arrisalah13.blogspot.com - 1400 tahun silam, tidak ada yang menyangka kelompok kecil di bawah komando Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib akan menjadi sebuah Negara besar dan ideologinya mendunia. Dan apa yang terjadi di masa-masa selanjutnya sepeninggal beliau, telah beliau kabarkan kepada para sahabatnya. Beliau Shallallah ‘alahi wa sallam bersabda:
يظهر المسلمون على جزيرة العرب، ويظهر المسلمون على فارس، ويظهر المسلمون على الروم، ويظهر المسلمون على الأعور الدجال
“Kaum muslimin akan menang atas bangsa Arab. Kemudian menang atas imperium Persia. Selanjutnya menang atas kekaisaran Romawi. Dan terakhir akan menang atas si buta sebelah, Dajjal.”[1]

Berawal dari beberapa gelintir orang di bawah asuhan Muhammad Shallallah ‘alahi wa sallam di pedalaman Jazirah Arab, Islam menjadi kekuatan adidaya yang ditakuti lawan-lawannya di kemudian hari. Dua kerajaan besar kala itu, Persia dan Romawi, menjadi korban kehebatan pasukan Islam. Beliau Shallallah ‘alahi wa sallam mengabarkan tentang perlawanan umat Islam menghadapi imperium Persia dan kehebatan kekaisaran Romawi dalam sabdanya:
فارس نطحة أو نطحتان، ثم لا فارس بعدها أبدًا، والروم ذات القرون، كلما هلك قرن خلف مكانه قرن، أهل صخر وأهل بحر، هيهات لآخر الدهر هم أصحابكم، ما كان في العيش خير
“Bangsa Persia akan melakukan serangan sekali atau dua kali, setelah itu tidak ada lagi bangsa Persia. Sedangkan bangsa Romawi memiliki beberapa era. Setiap kali hancur satu era, akan digantikan era berikutnya. Mereka ahli di daratan (tempat yang berbatu besar dan keras) dan lautan. Mustahil mereka akan menjadi sekutu kalian sampai kapan pun selagi ada kebaikan dalam hidup ini.”[2]
Apa yang beliau Shallallah ‘alahi wa sallam sabdakan terbukti. Sebagian pakar sejarah mencoba menghitung peperangan-peperangan yang terjadi antara kaum muslimin melawan bangsa Romawi. Mereka menemukan angka peperangan yang terjadi sebanyak 3.600 kali selama kurun waktu 1.410 tahun. Itu berarti, setiap tahunnya terjadi pertempuran tiga sampai empat kali, baik skala kecil maupun besar.
Kemenangan Umat Islam atas Imperium Romawi
Benturan senjata pertama kali antara umat Islam dengan imperium Romawi terjadi pada tahun  8 Hijriyah (629 M) yang disebut Perang Mu’tah. Pada waktu itu, 3.000 pasukan Islam berhasil meladeni 200.000 pasukan Romawi yang bersenjatakan lengkap. Meskipun pasukan Islam tidak bisa dikatakan menang, tapi kenyataannya mereka juga tidak pulang sebagai pihak yang kalah menghadapi pasukan yang jumlahnya 60 kali lipat. Ini merupakan prestasi yang sangat mengagumkan bagi pasukan Islam.
Benturan kedua hampir terjadi setahun kemudian setelah Perang Mu’tah. Mendengar informasi bahwa pasukan Romawi membuat kekacauan di perbatasan wilayah Islam, Rasulullah Shallallah ‘alahi wa sallam memobilisasi kaum muslimin untuk berjihad menghadapi pasukan Romawi. Beliau berangkat ke Tabuk dengan 30.000 pasukan. Namun, kontak senjata urung terjadi, karena Heraklius dan pasukannya memutuskan untuk mundur dan menghindari benturan bersenjata dengan pasukan Islam.
Bagaimana mungkin mereka tidak memilih mundur, setahun yang lalu, pasukannya yang berjumlah 200.000 tidak berkutik menghadapi 3.000 pasukan Islam di Mu’tah. Dan sekarang, yang mereka hadapi jumlahnya sepuluh kali lipat dan dikomandoi langsung oleh pimpinan tertinggi umat Islam, Muhammad Shallallah ‘alahi wa sallam.
Ini adalah kemenangan pertama umat Islam secara mutlak atas pasukan Romawi. Sebuah kemenangan yang diraih tanpa melalui pertempuran. Dan pertempuran-pertempuran antara umat Islam melawan imperium Romawi di masa mendatang selalu dimenangkan oleh kaum muslimin. Bahkan ketika Islam dalam keadaan carut marut karena terjadi perang saudara antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhuma, pasukan Romawi lebih memilih mundur teratur daripada menghadapi kekuatan Islam.
Perubahan Strategi Imperium Romawi
Raja Perancis, Louis IX, merenung di dalam penjara Al-Qal’ah. Ia merefleksi kegagalan invasi militer dalam menaklukkan wilayah-wilayah Islam. Ia mengoreksi  sebab-sebab kekalahan pasukannya menghadapi pasukan Islam di era Perang Salib I. Di akhir perenungannya, ia menyimpulkan bahwa perang melawan umat Islam harus dimulai dengan melancarkan perang propaganda (ghazwul fikri). Umat Islam tidak bisa dikalahkan dengan senjata. Jika ingin mengalahkan mereka, maka kalahkan dulu pikirannya. Jauhkan umat Islam dari agamanya, Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hasil evaluasi terhadap Perang Salib I yang dimenangkan umat Islam memunculkan strategi baru bagi orang-orang Nashrani dalam menghadapi kekuatan Islam. Perang ini disebut Perang Salib Modern, yaitu perang yang tegak di atas program kristenisasi dan westernisasi.
Mereka tidak lagi menggunakan kekuatan senjata, tapi menggunakan kekuatan media. Mereka menyebarkan ajaran Kristen dan budaya Barat ke wilayah-wilayah Islam. Misionaris-misionaris disebar ke segenap penjuru wilayah Islam. Mendoktrin sedemikian rupa pemuda-pemuda Islam. Melobi dan menawarkan banyak kepada penguasa-penguasa wilayah Islam. Hingga akhirnya, lahirlah tokoh-tokoh Islam yang berpikiran ala Barat. Muncul sosok-sosok manusia yang mengaku Islam, tapi mendukung dan melanggengkan program-program Yahudi dan Nashrani. Tidak ketinggalan, penguas-penguasa negeri Islam mulai termakan tawaran-tawaran yang diajukan para pelobi Yahudi dan Nashrani.
Semua usaha yang digalakkan oleh orang-orang Barat tidak lain adalah untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Menjadikan kaum muslimin asing dengan dua sumber ajarannya, Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan puncak dari apa yang mereka usahakan adalah penghapusan Khilafah Utsmaniah Turki pada tahun 1924 secara resmi. Kemudian dilanjutkan dengan pembagian wilayah-wilayah Islam yang sebelumnya menjadi satu, dipecah-pecah menjadi negara-negara kecil. Contohnya adalah wilayah Syam yang hari terbagi menjadi 4 negara: Syiria, Yordania, Libanon, dan Palestina.
Kemenangan mereka semakin nyata atas Dunia Islam setelah berhasil menanamkan paham nasionalisme ke seluruh kaum muslimin. Islam yang dulu menyatukan seluruh manusia tanpa melihat bangsa dan suku, kini telah hancur lebur. Kaum muslimin tidak lagi meneriakkan, “Kami umat Muhammad… kami muslim.” Umat Islam tekotak-kotak sesuai batas-batas wilayah yang dibuat oleh orang-orang Barat. Kaum muslimin yang berada di Mesir mengaku, “Kami warga Mesir.” Kaum muslimin yang berada di Palestina mengaku, “Kami warga Palestina.” Dan kaum muslimin yang ada di Indonesia mengaku, “Kami warga Indonesia.”
Mereka lupa bahwa agama mereka satu, Rabb mereka satu, rasul mereka satu, dan kiblat mereka juga satu. Lebih parah lagi, loyalitas tidak lagi berdasarkan agama, tapi berdasarkan bangsa dan Negara. Kata “Islam” tidak lagi dihiraukan, tapi yang mereka hiraukan adalah kami bangsa ini dan kamu bangsa itu, padahal mereka sama-sama memeluk agama Islam.
Usaha Perlawanan yang Tak Kunjung Menang
Allah Ta’ala berjanji di dalam Al-Qur’an bahwa Islam tidak akan pernah padam, seberapa pun dahsyatnya gelombang serangan yang dilancarkan orang-orang Nashrani dan Yahudi. Allah Ta’ala berfirman:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.” (QS. Ash-Shaf: 8)
Benar apa yang Allah Ta’ala firmankan, Islam tidak akan pernah bisa padam. Setelah runtuhnya Turki Utsmani, sekelompok umat Islam yang sadar terus melakukan perlawanan menghadapi penjajahan kolonialisme. Di berbagai wilayah Dunia Islam terpantik api perlawanan. Mulai dari Afghanistan dengan Taliban, Chechnya dengan Mujahidin Kaukasus, Somalia dengan Syabab Al-Mujahidin, kawasan Maghrib (Maroko) dengan AQIM, Yaman dengan AQAP, Mindanao dengan MILF, MNLF, dan BIFF, dan yang paling menggetarkan Amerika cs hari ini adalah kelompok Al-Qaeda yang memiliki jaringan di berbagai wilayah Dunia Islam.
Hanya saja, usaha sekelompok kecil umat Islam ini belum berhasil. Mereka belum cukup kuat menghadapi musuh-musuh Islam yang bersatu padu, sedangkan mereka sendiri hanya sekelompok umat Islam yang sadar, bukan umat Islam secara keseluruhan.
Peta Perlawanan Umat Islam dari Masa ke Masa.
Pada masa Rasulullah saw hingga Perang Salib I, umat Islam mendominasi kemenangan atas orang-orang Romawi. Pada fase ini, umat tidak melakukan perlawanan hanya dengan diwakili beberapa kalangan, kelompok-kelompok kecil, atau organisasi-organisasi terbatas, tapi seluruh lapisan umat Islam bersatu padu menghadapi orang-orang Yahudi dan Nashrani. Hasilnya, kemenangan berpihak kepada kaum muslimin.
Berikutnya adalah Perang Salib II (fase kolonialisme lama, 1800-1970). Orang-orang Kristen bersatu dengan bangsa Yahudi melawan umat Islam di bawah payung kekhilafahan Abbasiah. Hasilnya, umat Islam tetap meraih kemenangan meski melawan dua kelompok yang bersatu, Yahudi dan Nasrani.
Berikutnya adalah Perang Salib II (era neo-kolonialisme/fase kemerdekaan). Pada fase ini, orang-orang Barat menggunakan stategi baru dalam menghadapi kekuatan Islam. Mereka tidak lagi menghadapi pasukan Islam secara frontal, tapi mereka melancarkan perang pemikiran sebelum memulai kontak senjata. Mereka menyebarkan misionaris-misionaris ke berbagai negeri Islam untuk menyebarkan ideologi Barat dan merusak akidah kaum muslimin. Mereka juga merekrut generasi-generasi muda Islam, kemudian didoktrin dengan ideologi Barat. Hingga akhirnya, pemuda-pemuda itu lebih loyal terhadap budaya Barat daripada mencintai ajaran Islam.
Walhasil, pada fase ini umat Islam mulai tercerai-berai. Kaum muslimin tidak bersatu untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah Barat. Hanya kelompok-kelompok kecil dan organisasi-organisasi terbatas yang melakukan perlawanan. Itu pun selalu dikecam dan diprotes oleh saudara mereka sendiri dari kaum muslimin. Peperangan yang terjadi antara orang-orang Kristen, bangsa Yahudi, dan penguasa-penguasa murtad melawan Harakah Islam. Hasilnya, Harakah Islam kalah dan Umat Islam keluar dari arena pertempuran.
Berikutnya adalah Perang Salib III (fase Amerika). Pada fase ini, orang-orang Barat semakin menggila menunjukkan dominasinya. Mereka gencar melancarkan propagan-propaganda dan perang media untuk menjatuhkan sekelompok kecil umat Islam yang bercita-cita mengembalikan kemuliaan agamanya.
Musuh yang dihadapi sekelompok kecil pejuang Islam semakin bertambah. Kelopok kecil ini dipaksa menghadapi kekuatan gabungan yang terdiri dari bangsa Yahudi (Israel), umat Kristen (Amerika dan Inggris), penguasa-penguasa murtad di dunia Islam, dan orang-orang munafik (dipimpin lembaga-lembaga agama resmi, ulama-ulama pemerintahan, dan tokoh-tokoh pergerakan Islam yang rusak). Hasilnya, kekuatan perlawanan kalah, arus pergerakan jihad dipersempit, gerakan Islam dilumpuhkan dan umat Islam keluar dari arena pertempuran.
Fase yang hari ini sedang berjalan adalah fase jihad modern. Sebagian umat Islam mulai bangkit menyerukan jihad fi sabilillah melawan Amerika dan sekutunya. Muncul gerakan-gerakan jihad di berbagai Negara yang dihuni kaum muslimin, memanjang dari Maroko yang berada di ujung barat dunia hingga Indonesia, Filipina, dan Thailand selatan yang berada di ujung timur dunia.
Gerakan-gerakan jihad yang beraksi di wilayah masing-masing mengalami kemajuan yang sangat signifikan, meski sampai saat ini belum mampu meruntuhkan Tatanan Dunia Baru yang dibangun Amerika dkk. Tapi setidaknya, itu merupakan tahap awal dari kembalinya Islam ke kancah perjuangan untuk meraih kemuliaan. Dan di fase jihad modern ini, musuh gerakan jihad bertambah satu kubu, yakni sekte Syi’ah dengan berbagai variannya. Pusatnya ada di Iran, dan cabangnya tersebar di berbagai Negara di Timur Tengah hingga Indonesia.
Hanya ada satu jawaban kenapa umat Islam meraih kemenangan pada Perang Salib II (fase kolonialisme lama) dan sebelumnya, yaitu bersatu melawan musuh. Pasukan Salib dan sekutunya menjadi PR bersama, bukan hanya sekelompok kecil pejuang. Dan hanya ada satu kata kenapa umat Islam kalah pada fase Perang Salib neo-kolonialisme, yaitu bercerai-berai. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak lagi menjadi beban dan PR bersama, tapi hanya milik pejuang Islam yang jumlahnya tidak seberapa, itu pun terus mengalami hujatan dan celaan dari kaum muslimin yang lain.Wallahu Ta’ala a’lam.
Penulis: Langit Senja

[1] Al-Mustadrak karya Al-Hakim dan Jam’ul Jawâmi’ karya Imam Suyuthi.
[2] Musnad Al-Hârits karya Al-Haitsami.
sumber : kiblat.net

0 komentar:

Posting Komentar