وَاتَّقُواْ
يَوْماً لاَّ تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئاً وَلاَ يُقْبَلُ مِنْهَا
شَفَاعَةٌ وَلاَ يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلاَ هُمْ يُنصَرُونَ
Dan
jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang
tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula)
tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka
akan ditolong. ( Qs Al Baqarah : 48 )
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, diantaranya adalah :
Pelajaran Pertama :
Ayat di
atas masih ditujukan kepada Bani Israel, walaupun sebenarnya juga
ditujukan kepada seluruh manusia, setelah mereka diperintahkan
berkali-kali untuk mengingat nikmat Allah yang diberikan kepada nenek
moyang mereka…maka kali ini Allah memerintahkan mereka untuk mengingat
kematian, mengingat suatu hari dimana tiada manfaat pertolongan
seseorang terhadap orang lain, tidak pula rekomendasi dan uang sogokan
ataupun uang tebusan.
Seakan-akan
Allah ingin mengingatkan kepada Bani Israel dan kepada seluruh manusia
bahwa bagaimanapun tingginya kedudukan manusia di dunia ini, maka pada
hari kiamat kedudukan tersebut tidaklah ada manfaatnya sedikitpun.
Benar,…pada ayat sebelumnya Allah telah menjelaskan kepada Bani Israel
bahwa nenek moyang mereka adalah bangsa yang paling unggul pada waktu
itu, karena mereka beriman kepada Allah dan para Rosul-Nya, akan tetapi
kebesaran nenek moyang mereka tidaklah bermanfaat bagi anak keturunannya
pada hari kiamat. Maka jangan bangga dulu wahai Bani Israel terhadap
kebesaran nenek moyang kamu…selama kamu tidak bisa seperti mereka, yaitu
berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, maka kebanggan itu tidak
ada manfaatnya.
Pelajaran Kedua :
Ayat
ini ditujukan juga kepada yang merasa diri mereka dari keturunan nabi
Muhammad saw, kalau di Iran atau Lebanon dikenal dengan sebutan ” Sayid
“, dan kalau di Indonesia dan di Yaman terkenal dengan sebutan ” Habib
“, dan di beberapa tempat lain disebut : ” As Syarif ” . Memang harus
diakui bahwa mempunyai nasab dari keturunan dari nabi Muhammad saw
adalah sebuah kehormatan dan nikmat yang diberikan kepada sebagian
hamba-Nya, sebagaimana nikmat yang diberikan kepada keturunan nabi
Ya’kub yang kemudian terkenal dengan Bani Israel. Tetapi dalam ayat di
atas Allah telah menjelaskan bahwa keturunan dan nasab tersebut tidaklah
bermanfaat sama sekali pada hari kiamat jika tidak disertai iman dan
amal sholeh. Lihatlah bagaimana Bani Israel yang nenek moyang mereka
dimuliakan oleh Allah swt akan tetapi karena anak keturunannya berbuat
durhaka kepada Allah swt dan para Rosul-Nya, maka yang dulunya umat yang
mulia, dan pilihan serta unggul, kini berubah menjadi umat yang paling
dilaknat oleh Allah swt. Begitu juga paman Rosulullah saw, yang mestinya
bersyukur dengan kedudukan dan kedekatan nasabnya dengan Rosulullah
saw, tetapi justru yang dikerjakan adalah sebaliknya, dia memusuhi
Islam, menentang Allah dan Rosul-Nya, maka akibatnya Allah melaknatnya
dan menjadikannya sebagai simbol dan ikon orang-orang jahat, sangatlah
tepat sekali Allah berfirman :
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
” Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak “(Qs Al Masad : 1-3 )
Bukan
hanya itu saja, bahkan anak perempuan Rosulullah saw sendiri tidaklah
bisa selamat dari adzab Allah swt jika tidak mau mengikuti ajaran-ajaran
yang dibawa oleh ayahnya sendiri, dalam hal ini ketika turun perintah
Allah kepada nabi Muhammad untuk memperingatkan kerabat dekatnya akan
adzab Allah beliau segera keluar di depan umum seraya bersabda :
يا معشر
قريش اشتروا أنفسكم لا أغني عنكم من الله شيئا يا بني عبد مناف لا أغني
عنكم من الله شيئا.يا عباس بن عبد المطلب لا أغني عنك من الله شيئا.ويا
صفية عمة رسول الله لا أغني عنك من الله شيئا.ويا فاطمة بنت محمد سليني ما
شئت من مالي لا أغني عنك من الله شيئا.
” Wahai
orang-orang Qurays belilah diri kalian sendiri, saya tidak bisa
membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, wahai Bani Manaf saya
tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, wahai Abbas
bin Abdul Mutholib saya tidak bisa membantu kamu sedikitpun dari adzab
Allah swt, wahai Shofiyah bibi Rosulullah saw, saya tidak bisa membantu
kamu sedikitpun dari adzab Allah swt, wahai Fatimah binti Muhammad saw,
mintalah harta sebanyak apapun dariku, saya tidak bisa membantu kamu
sedikitpun dari adzab Allah swt “( HR Bukhari )
Lihatlah
bagaimana Rosulullah saw mengumpulkan semua kerabat dekatnya termasuk
istrinya sendiri Aisyah, tidak satupun dari mereka yang bisa selamat
dari adzab Allah swt hanya karena kedekatan mereka dengan Rosulullah
saw. Bahkan dalam hadist lain, Rosulullah saw menjelaskan bahwa
seseorang amalannya jelek, maka nasab keluarganya tidak mampu
menyelamatkannya dari adzab Allah swt :
يا فاطمة
بنت محمد ، يا عباس عم رسول الله أنقذا نفسيكما من النار أنا لا أغني عنكما
من الله شيئا لا يأتيني الناس بأعمالهم وتأتوني بأنسابكم من يبطئ به عمله
لم يسرع به نسبه
” Wahai
Fatimah binti Muhammad saw, wahai Abbas paman Rosulullah saw selamatkan
diri anda sendiri dari api neraka, karena saya tidak bisa membantu kamu
sedikitpun dari adzab Allah swt, dan jangan sampai nanti orang lain
datang kepadaku membawa amal sholeh, sedangkan kamu datang kepadaku
dengan nasab keturunanmu, barang siapa yang diperlambat oleh amalannya,
maka nasab keturunannya tidaklah bisa mempercepatnya. ”
Dua
hadist di atas menjelaskan bahwa hubungan kerabat tidak bisa
menyelamatkan dari adzab Allah di akherat kelak. Bahkan sebelumnya dalam
kehidupan sehari-hari di dunia ini, hubungan kerabat tidaklah bisa
menyelamatkan seseorang dari hukum Islam yang telah ditetapkan, jika
terbukti dia melanggar dan berbuat jahat. Dalam suatu hadist disebutkan:
وأيم الله لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطع محمد يدها
” Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad saw mencuri, maka Muhammad saw sendiri yang akan memotong tangannya ”
Pelajaran Ketiga :
Bahkan
jauh-jauh sebelumnya Allah telah menjelaskan kepada para nabi sebelum
nabi Muhammad saw, bahwa anak, istri dan keluarga mereka tidak akan
selamat dari adzab Allah swt, jika mereka tidak mau tunduk dan taat
kepada perintah Allah swt. Kita dapatkan umpamanya nabi Nuh as ketika
meminta dispensasi kepada Allah swt untuk menyelamatkannya dari adzab
Allah swt, permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh Allah swt, karena
itu sudah peraturan Alah bahwa seseorang tidak bisa menyelamatkan orang
lain, walaupun itu anak, istri dan kerabatnya, kecuali dengan amal
perbuatannya. Sungguh sangat indah dialog yang direkam Al- Qur’an antara
Allah swt dengan nabi Nuh as :
وَنَادَى
نُوحٌ رَّبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ
الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ
مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dan Nuh
berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya
anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang
benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” Allah berfirman:
“Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan
akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya] perbuatan yang tidak
baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak
mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu
supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” ( Qs
Hud : 45-46 )
Begitu
pula yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika memohon kepada Allah swt
agar anak keturunannya dijadikan para pemimpin di dunia ini, Allahpun
menolak permintaan tersebut kecuali anak keturunannya yang sholeh dan
taat kepada Allah swt. Dalam hal ini Allah swt berfirman :
وَإِذِ
ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي
جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ
عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim
berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman:
“Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” (Qs Al Baqarah : 124 )
Begitu
juga Nabi Nuh dan nabi Luth tidak bisa membantu istrinya sedikitpun dari
adzab Allah swt karena mereka berdua berkhianat dan menentang Allah
swt. Dalam hal ini Allah swt berfirman :
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَاِمْرَأَةَ لُوطٍ
كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا
فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا
النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
Allah
membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang
kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di
antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada
suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka
sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya):
“Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam) ” (
Qs At Tahrim : 10 )
Pelajaran Keempat :
Dalam
ayat tersebut, walaupun secara tidak langsung, Allah swt melarang
seorang muslim untuk berbangga-bangga dengan nasab dan keturunan, serta
banyaknya harta. Dan hendaknya setiap anak pejabat, pengusaha kaya,
kyai, tokoh masyakat dan lain-lainnya tidaklah usah terlalu bangga
dengan kedudukan dan kekayaan orang tuanya. Karena yang diperhitungkan
disisi Allah adalah keimanan, akhlak serta ilmu. Dalam hal ini Imam Ali
bin Abu Thalib pernah menyebut syair :
من كان مفتخرا بالمال والنسب وانما فخر نا بالعلم والادب
لا خير في رجل حرٍّ بلا أدب ، نعم ولو كان منسوبا إلى العرب
” Barang siapa yang bangga dengan banyaknya harta dan nasab , maka sesungguhnya kebangaan kami hanya dengan ilmu dan akhlaq
Tiada
suatu kebaikan bagi seseorang yang merdeka jika tidak mempunyai akhlaq
yang mulia, iya memang begitu , walaupun dia dari keturunan Arab.”
Bahkan
seorang pemuda Islam yang baik adalah yang mandiri dan mempunyai amal
sholeh, bukan yang hanya bangga dengan orang tua atau nenek moyangnya,
padahal dia tidak berbuat apa-apa.
Dalam
suatu kisah disebutkan ketika Iraq diperintah oleh Yusuf Hajjaj As
Tsaqafi semua orang dilarang untuk keluar habis shalat isya.barang siapa
yang melanggar peraturan ini, kemudian tertangkap,maka hukumnya adalah
dipancung lehernya. Pada suatu malam para tentara Hajjaj mendapatkan
tiga remaja, ketika ditanya alasan mereka keluar malam, masing-masing
menjawab dengan syair fasih yang bunyinya seakan-akan menunjukkan mereka
adalah anak para pembesar, atau anak pemberani, sehingga dibiarkan oleh
tentara Hajjaj. Ketika pagi harinya ketiga remaja itu dipanggil
kehadapan Hajjaj dan ditanya tentang keadaan mereka sebenarnya,
tiba-tiba jawaban mereka sangat mengejutkan semua yang hadir di situ,
karena ternyata mereka bertiga masing-masing adalah anak tukang
pembuatan roti, anak tukang bekam, dan anak tukang tenun. Kemudian
Hajjaj berkata kepada para menterinya: ” Ajarilah anak-anakmu adab,
kalau bukan karena kefasihan mereka membaca syi’ir, niscaya aku pancung
leher mereka ” , kemudian dia mengeluarkan syi’irnya :
كن ابنا من شئت واكتسب أدباً ، يغنيك محموده عن النسب
إن الفتى من يقول هاأنذا ، ليس الفتى من يقول كان أبي
”
Jadilah kamu anak siapa saja, tetapi hendaknya kamu belajar adab. Dengan
begitu kamu sudah terpuji tanpa memerlukan nasab yang bagus lagi.
Sesungguhnya seorang pemuda yang baik adalah yang mengatakan inilah
saya, dan bukanlah pemuda yang baik yang mengatakan : bahwa ayah saya
adalah begini-begini ”
Cerita
di atas menunjukkan bahwa yang terpenting bagi seorang pemuda adalah
ilmu dan akhlaq serta keimanannya, dan bukan keturunan dan harta. Dengan
bekal iman, ilmu dan akhlaq seseorang bisa selamat di dunia dan di
akherat nanti, walaupun dia anak seorang tukang roti.
Pelajaran Kelima :
Ayat di
atas juga mengingatkan kepada seorang muslim, agar segera menyelesaikan
tanggungan-tanggungan ataupun hutang-hutangnya kepada saudaranya, baik
yang berupa harta, seperti kalau dia mengambil uang darinya tanpa ijin (
mencuri ), atau meminjam darinya sesuatu dan belum dikembalikannya.
Ataupun yang berupa martabat dan harga diri, seperti kalau dia mencaci,
memukul, membicarakan kejelekannya dibelakang ( ghibah ) dan sejenisnya.
Iya….segera diselesaikannya sebelum datang suatu hari yang seseorang
tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula)
tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka
akan ditolong. Dalam suatu hadist disebutkan :
مَنْ
كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ
فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ
وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ
مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ
صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عليه
”
Barang siapa yang mempunyai tanggungan terhadap saudaranya baik yang
berupa harga diri maupun yang lainnya, maka hendaknya diselesaikan hari
ini, sebelum datang hari yang tidak bisa ditebus dengan uang dinar dan
dirham. Jika tidak, maka saudaranya tadi akan mengambil kebaikannya
sebanyak tanggungan yang ada padanya, jika dia tidak mempunyai kebaikan ,
maka kejelekan saudaranya itu akan dipikulkan kepadanya ” ( HR Bukhari
no : 2269 )
Bahkan
dalam hadist lain disebutkan bahwa hakekat merugi dan bangkrut dalam
Islam, bukanlah orang yang dulunya jaya dan banyak uang kemudian jatuh
usahanya sehingga disebut orang yang merugi dan bangkrut, akan tetapi
hakekat merugi dan bangkrut adalah seperti yang digambarkan oleh
Rosulullah saw dalam suatu hadistnya :
الْمُفْلِسُ
مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاة وَصِيَام
وَزَكَاة ، وَيَأْتِي وَقَدْ شَتَمَ هَذَا وَسَفَكَ دَم هَذَا وَأَكَلَ
مَال هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ أُخِذَ
مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ وَطُرِحَ فِي النَّارِ
Seorang
yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang
dengan amal sholeh seperti sholat, puasa dan zakat dan pada saat yang
sama dia juga pernah mencaci, membunuh, dan makan harta orang lain. Maka
masing-masing yang dicaci, dibunuh dan dimakan hartanya tadi mengambil
kebaikan dari pelakunya, dan jika kebaikannya sudah habis sedang
tanggungannya belum terbayarkan, maka kejelekan para korban tadi
dilimpahkan kepada pelakunya, kemudian dilempar ke dalam api neraka. ” (
HR Muslim )
Mudah-mudahan
siapa saja yang merenungi ayat di atas, bisa segera mengetahui hakekat
kehidupan dunia ini secara benar, bahwa kedudukan apapun dan kekayaan
seberapapun juga yang didapatkan di dunia ini tidak akan ada manfaatnya
pada hari kiamat, kecuali iman dan amal sholeh yang dia kerjakan
sendiri.
Dan
hendaknya setiap dari kita selalu mengingat …..bahwa hari itu, cepat
atau lambat pasti datang dan menjemput kita…sudahkan kita
mempersiapkannya ?
Kairo, 22 Januari 2008
sumber : ahmadzain.com
0 komentar:
Posting Komentar