arrisalah13.blogspot.com – Nasihat dan harapan Syaikh Abu Qatadah Al-Falistini untuk mujahidin Suriah, yang dimuat kiblat.net beberapa waktu lalu, ditanggapi oleh Syaikh Umar bin Al Mahdi Abu Mundzir, ulama ISIS.
Yang menarik, Nasihat Abu Qatadah—yang ditujukan kepada seluruh Mujahidin Syam secara umum, tanpa menyebut nama, ditafsirkan oleh Abu Mundzir sebagai respons atas perselisihan antara ISIS dan Jabhah Nusrah (JN). Dalam hal ini, saya percaya ulama lebih tahu persoalan siapa dan untuk siapa di balik kata-kata yang sifatnya indefinitif.
Nah, ulama Yordania ini melihat nasihat Abu Qatadah jauh dari kenyataan, bahkan mencela Daulah Islam dan Amirul Mukminin Abu Bakar Al-Baghdadi. Poin utama yang disoroti oleh Abu Mundzir ialah kata-kata kekanak-kanakan, hawa nafsu, dan mabuk kepemimpinan.
Itulah sebabnya, Abu Mundzir menyampaikan beberapa hal:
1. Abu Mundzir menyesalkan tulisan Abu Qatadah. Dia sekarang sedang dipenjara. Dikhawatirkan, fatwanya bisa menimbulkan dosa, sedangkan beliau tidak menyadari. Kemudian Abu Mundzir menyebutkan contoh pembunuhan terhadap Muhammad Said dan Abdurrazaq Rajjam, dua jajaran pemimpin Jamaah Islamiyah Musallahah (GIA) Aljazair.[*] Menurut Abu Mundzir, pembunuhan itu terjadi karena fatwa yang jauh dari realitas di lapangan.
Itulah sebabnya, Abu Mundzir menyampaikan beberapa hal:
1. Abu Mundzir menyesalkan tulisan Abu Qatadah. Dia sekarang sedang dipenjara. Dikhawatirkan, fatwanya bisa menimbulkan dosa, sedangkan beliau tidak menyadari. Kemudian Abu Mundzir menyebutkan contoh pembunuhan terhadap Muhammad Said dan Abdurrazaq Rajjam, dua jajaran pemimpin Jamaah Islamiyah Musallahah (GIA) Aljazair.[*] Menurut Abu Mundzir, pembunuhan itu terjadi karena fatwa yang jauh dari realitas di lapangan.
2. Abu Mundzir menganggap Abu Qatadah telah menuduh Abu Bakar Al-Baghdadi mengikuti hawa nafsu. Maka Abu Mundzir menjawab, “Siapakah yang menjadi prajurit bagi yang lain? Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadi atau Syaikh Abu Muhammad Al-Jaulani? Bila Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai prajurit, perkataan Syaikh Abu Qatadah mengarah kepada Syaikh Abu Bakar. Bila sebaliknya, artinya Syaikh Al-Jaulani prajurit, sedangkan Syaikh Abu Bakar Amir, maka perkataan Abu Qatadah itu ditujukan kepada Syaikh Al-Jaulani.”
Tidak diragukan, lanjutnya, yang dimaksud adalah salah seorang dari keduanya. Dan pasti maksudnya ialah Abu Bakar Al-Baghdadi. Semua tahu bahwa Syaikh Al-Jaulani adalah prajurit bagi Amirul Mukminin. Dia diutus untuk berperang di Syam. Jadi, pemimpinnya adalah Syaikh Abu Bakar, sedangkan rakyatnya ialah Syaikh Al-Jaulani. Jelas sekali status dua kepemimpinan ini. Syaikh Abu Bakar adalah kepemimpinan agung, sedangkan kepemimpinan Syaikh Al-Jaulani adalah kepemimpinan perang. Artinya, Syaikh Al-Jaulani tidak lebih daripada prajurit Amirul Mukminin.
Maka, saya—dan kami mencintai Syaikh Al-Jaulani—meminta kepada Syaikh Al-Jaulani agar kembali kepada kebenaran dan memegang baiat kepada Amirnya dengan kuat. Hingga menggetarkan hati musuh-musuh agama ini. Demi Allah, kami mencintai kebaikan untuk beliau dan memberikan nasihat. Kami mengingatkan beliau degan hadis Rasulullah, “Siapa yang melepaskan ketaatan, ia akan menemui Allah pada hari kiamat tanpa hujjah di hadapan-Nya. Dan siapa yang mati dan di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati dalam kondisi jahiliah’.”
Kemudian Abu Mundzir menukil penjelasan Imam Nawawi bahwa maksud tanpa hujjah ialah tidak dan alasan yang bermanfaat atas perbuatannya.
3. Daulah Islam tidak berafiliasi kepada Al-Qaidah. Pengumuman ini sudah sangat populer dan tidak perlu disebutkan lagi. Syaikh Abu Umar Al-Baghdadi, mantan Amir Daulah Islam dalam rekaman yang disebarkan pada Dzul Hijjah 1427 dengan judul Telah Datang Kebenaran dan Kebatilan pun Sirna telah menyebutkan: “Al-Qaidah tidak lain hanyalah bagian dari Daulah Islam.”
Di rekaman suara pada 24 Desember 2007, Syaikh Umar juga menyebutkan, “Dan Amir Al-Qaidah—sebagai mujahirin(pendatang)—telah mengumumkan kepada khalayak ramai, baiat dan ketaatannya kepada hamba yang fakir (Abu Umar Al-Baghdadi). Tandzim (Al-Qaidah) telah dilebur secara resmi demi kemajuan Daulah Islam Irak. Al-Qaidah di Irak sekarang mengikuti Daulah Islam.”
Selanjutnya, Abu Mundzir melampirkan Link rekaman tentang peringatan bagi siapa saja yang tidak berbaiat kepada Daulah Islam Irak.
Abu Mundzir juga menukil pernyataan Syaikh Aiman Al-Zawahiri yang menyatakan bahwa tidak ada lagi nama Al-Qaidah di Irak, tetapi melebur menjadi Daulah Islam.
Abu Mundzir juga menukil pernyataan Syaikh Aiman Al-Zawahiri yang menyatakan bahwa tidak ada lagi nama Al-Qaidah di Irak, tetapi melebur menjadi Daulah Islam.
4. Pada poin ini dan selanjutnya, Abu Mundzir mengkritisi pendapat Abu Qatadah yang tidak membedakan antara urusan yang sah menurut Syariat dan yang menyimpang. Abu Mundzir mengatakan, tulisan Abu Qatadah justru akan memecah persatuan. Abu Qatadah juga menyerupakan Imarah (kepemimpinan Islam) yang sah (sesuai syariat) dengan Imamah bagi Syiah Rafidhah.
Abu Mundzir tidak setuju dengan itu, sebab, menurutnya pelajar tingkat dasar pun tahu perbedaan Imamah bagi ahli sunah wal jamaah dan Syiah. Ahli Sunnah meyakini bahwa syariat Islam mewajibkan pengangkatan pemimpin (Amir) tetapi tidak menentukan nama yang berhak secara definitif. Sedangkan Syiah mengatakan, Imam itu definitif dan namanya disebutkan secara Nash, serta siapa yang tidak mengetahui imamnya maka bila mati, ia mati secara jahiliah.
Pada poin selanjutnya sampai kedelapan, Abu Mundzir menanggapi beberapa kritik Abu Qatadah yang—kalau boleh saya sebut—tidak jauh dari persoalan senioritas dan rasa saling menghargai. Abu Mundzir banyak mengeluarkan argumen dan perkataan ulama lain untuk membantahnya. Namun, persoalan seperti ini adakalanya sulit ditemukan bila hanya mengadu hujjah di dunia maya. Bertemu satu meja mungkin lebih efektif menyelesaikan perselisihan. Wallahu a’lam.
Di poin terakhir, Abu Mundzir menganggap nasihat Abu Qatadah bukan tidak baik, melainkan waktunya yang tidak tepat. Abu Mundzir menguatkannya dengan nasihat Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi terkait Ikwanul Muslimin, yang menyebutkan bahwa kritik terhadap IM bukanlah waktu yang tepat.
Di poin terakhir, Abu Mundzir menganggap nasihat Abu Qatadah bukan tidak baik, melainkan waktunya yang tidak tepat. Abu Mundzir menguatkannya dengan nasihat Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi terkait Ikwanul Muslimin, yang menyebutkan bahwa kritik terhadap IM bukanlah waktu yang tepat.
Ala kuli hal, perbedaan pendapat akan selalu ada. Dan saya melihat Abu Mundzir tidak menghendaki kecuali kebaikan, sebagaimana Abu Qatadah juga menginginkan kebaikan dan kelanggengan jihad. Meskipun bantahannya mengesankan perbedaan yang tajam, beliau tetap menunjukkan cintanya kepada Abu Qatadah. Beliau juga mendoakan agar Abu Qatadah segera dibebaskan, setiap menyebut namanya. Di akhir kalimatnya, ulama ISIS ini menukil hadis agama ini adalah nasihat. Karena itulah ia menulis tanggapannya sebagai wujud saling menasihati.
[*]Keduanya adalah pemimpin generasi kedua FIS Aljazair, yang kemudian bergabung dengan Jamaah Islamiyah Musallahah (GIA) di Muktamar pertama tahun 1994. Keduanya dibunuh pada 1995 di kebun Jeruk di wilayah Syubla di Selatan Ibukota Aljazair, oleh anggota GIA sendiri berdasarkan fatwa Amir GIA. Yakni, keduanya dituduh telah memimpin gerakan baru yang terdiri dari orang-orang munafik.
Menurut saksi mata yang menyebut dirinya Ammar Imran (65 th), pembunuhnya ialah komandan Batalion yang sedang berjaga di wilayah tersebut. Ia memberondong keduanya dengan peluru saat sedang berwudhu untuk shalat Asar.( http://www.hanein.info)
sumber : kiblat.net
0 komentar:
Posting Komentar