Jumat, 28 Maret 2014

Poso Today 2: Devide et Impera ala Polisi dan Pagar Betis Jilid 2


By on 21.35



14ybhmp
arrisalah13.blogspot.com - Poso - Dua anggota polisi, Bripda Baharudin dan Bharada Syamsu Alam diterjang peluru anggota MIT Santoso. Keduanya kena tembak saat melakukan survey atas perintah atasannya pada 3 Maret 2014 lalu di Kilo, Poso Pesisir Utara, Poso, Sulteng.

By the way, faktanya, beberapa hari sebelum ada insiden penembakan, Desa Tiwa’a dan Kilo sudah dipadati polisi. Faktanya lagi, Bahar adalah anggota baru polisi yang masih magang, ia adalah putra asli Tiwa’a. Sedangkan Syamsu adalah anggota baru asal Mapane.
Entah apa pertimbangan polisi mengutus dua prajurit baru untuk survey ke zona berbahaya dan keduanya adalah sama-sama putra daerah. Benarkah ini sebuah kebetulan?
aceh_marechaussee9
Devide et Impera ala Polisi
Kalau di buku sejarah SD, Belanda terkenal dengan politik Devide et Impera (adu domba; meski ayam juga bisa di adu sebenarnya). Salibis Belanda dikenal paling jago untuk mengadu domba sesama pribumi. Seluruh kesultanan di Nusantara sudah pernah merasakan betapa dahsyat efek adu domba Belanda. Devide et Impera Belanda bahkan menghasilkan perang saudara yang meminta korban jiwa yang tak sedikit.
Hari ini, Polisi tampaknya sedang merintis Devide et Impera yang entah sudah masuk jilid ke berapa (saking banyaknya episode yang terulang).
Usaha jahat ini mulai menampakkan hasil. Pasca tewasnya Bahar, terkhusus keluarga Bahar dan warga muslim Poso mulai terpecah dukungannya. Sebenarnya Bahar sendiri sudah pasti diperingatkan oleh saudara-saudaranya untuk tidak naik ke hutan.
Anggota keluarga yang masih simpati kepada MIT Santoso akan mengatakan, ”Apa kita orang bilang, jangan naik tooo, sekarang jadi gini tooo?”.
Sementara anggota keluarga Bahar yang mulai membenci MIT Santoso tak salah juga kalau mengatakan, ”Eee, kamu orang tembak anak-anak kita juga ee?” Karena memang faktanya Bahar di tembak oleh anggota Santoso.
Dari sini saja sudah bisa dipertanyakan apa motif polisi. Polisi mencoba mengadu domba sesama umat Islam. Selain hemat tenaga dan dana, efek kerusakan yang ditimbulkan pun tak kalah dahsyat dari sekedar menggulung MIT Santoso dengan kekuatan militer.
img17
Operasi Pagar Betis Jilid Dua
Dulu, langkah penumpasan DI/TII termuat dalam Rencana Pokok (RP) dan Rencana Operasi (RO) TNI. Tahun 1958, Kodam III/Siliwangi berkonsentrasi ke arah pemulihan keamanan di Jawa Barat. Kemudian, lahirlah konsep Perang Wilayah (sudah disahkan dengan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960).
Sementara itu, penelitian tentang kontra gerilya berjalan terus. Salah satu hasil penelitian kontra gerilya, keluarlah Rencana Pokok 211 (RP 211) yang tertuang dengan kata kunci jitu berbunyi: ”Membatasi gerak dari lawan”.
Menyesuaikan dengan mobilitas DI/TII, maka keluarlah pada waktu itu Rencana Operasi 212 pada 1 Desember 1959. Kemudian bulan Februari 1961 dikeluarkan Rencana Operasi 2121 (RO 2121) yang merupakan percepatan dari RO 212; isinya berupa kebijaksanaan bahwa pemulihan keamanan untuk wilayah Jawa Barat akan diselesaikan dalam jangka waktu itu atau hanya sampai tahun 1965. Tetapi pada praktiknya, RO 2121 sudah cukup untuk membuat Amir DI/TII, Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo turun gunung tahun 1962.
Selain melancarkan operasi Pagar Betis, pada tahun 1956, Soekarno mengorganisir para tokoh umat Islam di Priangan Timur; yang jadi basis utama gerakan DI/TII. Soekarno mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan, maka terbentuklah Badan Musyawarah Alim Ulama (BMAU) pada 18 Maret 1957 di Tasikmalaya.
Prakarsa tersebut merupakan bagian dari kebijakan Komandan Resimen 11 Galuh, Letkol Syafei Tjakradipura dan Kepala Stafnya Mayor Poniman. Resimen Galuh ini memiliki wilayah kerja Tasikmalaya dan Ciamis (Priangan Timur).
Sebenarnya, apa arti Pagar Betis? Pagar Betis adalah Pasukan Gabungan Rakyat Berantas Tentara Islam. Dalam beberapa literature sejarah disebutkan bahwa rakyat benar-benar manunggal dengan tentara dan bersama-sama memberantas DI/TII.
Hanyasaja, ada yang disembunyikan dari fakta ini. Dalam Pagar Betis, tentara memanfaatkan umat Islam sebagai bemper dari serangan mujahidin DI/TII. Sebab, tentara juga membawa rakyat sipil umat Islam untuk ikut masuk hutan dan menjelajah gunung-gunung di Jawa Barat. Tentu saja DI/TII akan berpikir ribuan kali untuk asal main tembak. Bila tidak hati-hati, tembakan bisa mengenai umat Islam yang dijadikan tameng tentara.
Bagaimana dengan Poso?
Arah untuk menerapkan Pagar Betis jilid dua sangat kentara. Awal bulan ini, polisi menawarkan kemudahan kepada para putra daerah Poso yang ingin masuk menjadi anggota polisi untuk langsung mendaftar. Polisi juga menjamin bahwa perekrutan anggota baru dari warga asli Poso sama sekali tidak dipungut biaya. Tak ada uang pendaftaran, tak ada uang sogok, dan tak ada uang pendidikan. Fasilitas mulai seragam, makan, asrama hingga uang bulanan telah disediakan.
Yang lebih tak masuk akal, polisi mengambil kebijakan, siapa saja yang masih muda boleh mendaftar menjadi polisi, baik mendaftar dengan ijasah maupun tak punya ijasah.
Hingga saat ini, 150 orang dari wilayah Pesisir Poso resmi mendaftarkan diri. Dari SMA 4 saja, ada 65 pelajar yang mendaftar. Belum lagi para pelajar dari SMA-SMA lain yang tertarik.
Polisi masuk ke sekolah-sekolah bahkan saat KBM berlangsung dan menawarkan pekerjaan cuma-Cuma sebagai polisi.
Untuk kasus Poso, rencana Pagar Betis polisi terbilang lebih kejam dari Pagar Betis tentara dahulu. Dulu, tentara menjadikan umat Islam sebagai bemper, tapi masih ikut masuk hutan. Kalau sekarang, polisi hanya ingin enaknya saja dengan menjadikan anggotanya yang putra daerah sebagai ujung tombak operasi. Kasus penembakan atas Bahar dan Syamsu adalah buktinya.
Meski memenuhi Tiwa’a dan Kilo, anggota polisi hanya bergerombol dan duduk-duduk di desa dan tak berani naik. Polisi hanya memilih beberapa anggotanya yang memang asli putra daerah untuk melakukan survey lokasi.
Bila ratusan umat Islam Poso juga mendaftar menjadi anggota polisi, episode operasi polisi selanjutnya sudah bisa ditebak. Polisi cukup mengandalkan para putra daerah saja untuk menjalankan operasi. Selain lebih paham medan, anggota MIT Santoso tentu akan berpikir ulang untuk main tembak. Sebab, selain baku tembak di lapangan, masih ada medan konfrontasi lain, yaitu merebut simpati dan dukungan umat Islam sebagai warga masyarakat. Seperti apa kelanjutan episode selanjutnya? Mari kita tunggu bersama.
sumber : lasdipo

0 komentar:

Posting Komentar